Isbal artinya
melabuhkan pakaian hingga menutupi mata kaki, dan hal ini terlarang secara
tegas baik karena sombong maupun tidak. Larangan isbal bagi laki-laki telah
dijelaskan dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang
sangat banyak, maka selayaknya bagi seorang muslim yang telah ridho Islam
sebagai agamanya untuk menjauhi hal ini. Namun ada sebagian kalangan yang
dianggap berilmu, menolak (larangan) isbal dengan alasan yang rapuh seperti
klaim mereka kalau tidak sombong maka dibolehkan?! Untuk lebih jelasnya,
berikut kami paparkan perkara yang sebenarnya tentang isbal agar menjadi pelita
bagi orang-orang yang mencari kebenaran. Amin. Wallahul Musta'an.
A. DEFINISI
ISBAL Isbal
secara bahasa adalah masdar dari
“asbala”, “yusbilu-isbaalan”, yang bermakna “irkhaa-an”, yang artinya;
menurunkan, melabuhkan atau memanjangkan. Sedangkan menurut istilah,
sebagaimana diungkapkan oleh Imam Ibnul 'Aroby rahimahullah dan selainnya
adalah ; memanjangkan, melabuhkan dan menjulurkan pakaian hingga menutupi mata
kaki dan menyentuh tanah, baik karena sombong ataupun tidak. [Lihat Lisanul
'Arob, Ibnul Munzhir 11/321, Nihayah Fi Gharibil Hadits, Ibnul Atsir 2/339]
B. BATAS PAKAIAN MUSLIM
Salah satu kewajiban seorang muslim
adalah meneladani Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam segala
perkara, termasuk dalam masalah pakaian. Rasulullah telah memberikan
batas-batas syar'I terhadap pakaian seorang muslim, perhatikan hadits-hadits
berikut:.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
“Artinya : Keadaan sarung seorang muslim hingga setengah betis, tidaklah
berdosa bila memanjangkannya antara setengah betis hingga di atas mata kaki.
Dan apa yang turun dibawah mata kaki maka bagiannya di neraka. Barangsiapa yang
menarik pakaiannya karena sombong maka Alloh tidak akan melihatnya” [Hadits
Riwayat. Abu Dawud 4093, Ibnu Majah 3573, Ahmad 3/5, Malik 12. Dishahihkan oleh
Al-Albani dalam Al-Misykah 4331]
Berkata
Syaroful Haq Azhim Abadi rahimahullah : “Hadits ini menunjukkan bahwa yang
sunnah hendaklah sarung seorang muslim hingga setengah betis, dan dibolehkan
turun dari itu hingga di atas mata kaki. Apa saja yang dibawah mata kaki maka
hal itu terlarang dan haram.[ Aunul Ma‟bud 11/103]
Dari
Hudzaifah Radhiyallahu „anhu, beliau berkata. “Artinya : Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam memegang otot betisku lalu bersabda, “Ini merupakan batas
bawah kain sarung. Jika engkau enggan maka boleh lebih bawah lagi. Jika engkau
masih enggan juga, maka tidak ada hak bagi sarung pada mata kaki” [Hadits Riwayat.
Tirmidzi 1783, Ibnu Majah 3572, Ahmad 5/382, Ibnu Hibban 1447. Dishahihkan oleh
Al-Albani dalam Ash-Shahihah 1765]
Hadits-hadits
di atas mengisyaratkan bahwa panjang pakaian seorang muslim tidaklah melebihi
kedua mata kaki dan yang paling utama hingga setengah betis, sebagaimana yang
dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam haditsnya yang
banyak.
Dari Abi Juhaifah Radhiyallahu „anhu berkata. Aku melihat Nabi keluar
dengan memakai Hullah Hamro' seakan-akan saya melihat kedua betisnya yang
sangat putih” [Tirmidzi dalam Sunannya 197, dalam Syamail Muhammadiyah 52, dan
Ahmad 4/308]
'Ubaid bin Khalid Radhiyallahu „anhu berkata :
“Tatkala aku sedang berjalan di kota Madinah, tiba-tiba ada seorang di belakangku
sambil berkata, "Tinggikan sarungmu! Sesungguhnya hal itu lebih
mendekatkan kepada ketakwaan." Ternyata dia adalah Rasulullah. Aku pun
bertanya kepadanya, "Wahai Rasulullah, ini Burdah Malhaa (pakaian yang
mahal). Rasulullah menjawab, "Tidakkah pada diriku terdapat teladan?"
Maka aku melihat sarungnya hingga setengah betis”.[Hadits Riwayat Tirmidzi
dalam Syamail 97, Ahmad 5/364. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Mukhtashor
Syamail Muhammadiyah, hal. 69]
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah ditanya tentang seseorang yang
memanjangkan celananya hingga melebihi mata kaki. Beliau menjawab :‟ Panjangnya
qomis, celana dan seluruh pakaian hendaklah tidak melebihi kedua mata kaki,
sebagaimana telah tetap dari hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam”
[Majmu' Fatawa 22/14]
Al-Hafizh
Ibnu Hajar berkata : “ Walhasil, ada dua keadaan bagi laki-laaki; dianjurkan
yaitu menurunkan sarung hingga setengah betis, boleh yaitu hingga di atas kedua
mata kaki. Demikian pula bagi wanita ada dua keadaan; dianjurkan yaitu
menurunkan di bawah mata kaki hingga sejengkal, dan dibolehkan hingga sehasta”
[Fathul Bari 10/320]
C. DALIL-DALIL
HARAMNYA ISBAL
Pertama.
“Dari Abu Dzar bahwasanya Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Ada tiga golongan yang tidak akan
diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan bagi mereka adzab yang pedih.
Rasulullah menyebutkan tiga golongan tersebut berulang-ulang sebanyak tiga
kali, Abu Dzar berkata : "Merugilah mereka! Siapakah mereka wahai
Rasulullah?" Rasulullah menjawab : "Orang yang suka memanjangkan
pakaiannya, yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan
dagangannya dengan sumpah palsu." [Hadits Riwayat Muslim 106, Abu Dawud 4087,
Nasa'i 4455, Darimi 2608. Lihat Irwa': 900]
Kedua.
“Dari Abdullah bin Umar
Radhiyallahu „anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda : "Barangsiapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, maka
Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat." [Hadits Riwayat Bukhari
5783, Muslim 2085]
Ketiga.
“Dari Abu Hurairah
bahwasanya Nabi Bersabda : "Apa saja yang di bawah kedua mata kaki di
dalam neraka." [Hadits Riwayat Bukhari 5797, Ibnu Majah 3573, Ahmad 2/96]
Keempat
“Dari Mughiroh bin
Syu'bah Radhiyallahu „anhu, adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda, "Wahai Sufyan bin Sahl! Janganlah kamu isbal, sesungguhnya Allah
tidak menyenangi orang-orang yang isbal." [Hadits Riwayat. Ibnu Majah
3574, Ahmad 4/26, Thobroni dalam Al-Kabir 7909. Dishahihkan oleh Al-Albani
dalam Ash-Shahihah: 2862]
Kelima
“Waspadalah kalian dari
isbal pakaian, karena hal itu termasuk kesombongan, dan Allah tidak menyukai
kesombongan” [Hadits Riwayat Abu Dawud 4084, Ahmad 4/65. Dishahihkan oleh
Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 770]
Keenam
Dari Ibnu Umar
Radhiyallahu „anhu berkata, : "Saya lewat di hadapan Rasulullah sedangkan
sarungku terurai, kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menegurku
seraya berkata, "Wahai Abdullah, tinggikan sarungmu!" Aku pun
meninggikannya. Beliau bersabda lagi, "Tinggikan lagi!" Aku pun
meninggikannya lagi, maka semenjak itu aku senantiasa menjaga sarungku pada
batas itu. Ada beberapa orang bertanya, "Seberapa tingginya?"
"Sampai setengah betis."[Hadits Riwayat Muslim 2086. Ahmad 2/33]
Berkata Syakh Al-Albani rahimahullah, : “Hadits ini sangat
jelas sekali bahwa kewajiban seorang muslim hendaklah tidak menjulurkan
pakaiannya hingga melebihi kedua mata kaki. Bahkan hendaklah ia meninggikannya
hingga batas mata kaki, walaupun dia tidak bertujuan sombong, dan di dalam
hadits ini terdapat bantahan kepada orang-orang yang isbal dengan sangkaan
bahwa mereka tidak melakukannya karena sombong! Tidakkah mereka meninggalkan
hal ini demi mencontohkan perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
terhadap Ibnu Umar?? Ataukah mereka merasa hatinya lebih suci dari Ibnu Umar?”
[Ash-Shahihah: 4/95]
Berkata Syaikh Bakr Abu Zaid :” Dan hadits-hadits tentang
pelarangan isbal mencapai derajat mutawatir makna, tercantum dalam kitab-kitab
shohih, sunan-sunan, ataupun musnad-musnad, diriwayatkan dari banyak sekali
oleh sekelompok para sahabat. Beliau lantas menyebutkan nama-nama sahabat
tersebut hingga dua puluh dua orang. Lanjutnya : “ Seluruh hadits tersebut
menunjukkan larangan yang sangat tegas, larangan pengharaman, karena di
dalamnya terdapat ancaman yang sangat keras. Dan telah diketahui bersama bahwa
sesuatu yang terdapat ancaman atau kemurkaan, maka diharamkan, dan termasuk
dosa besar, tidak dihapus dan diangkat hukumnya. Bahkan termasuk hukum-hukum
syar'i yang kekal pengharamannya."[Hadd Tsaub Wal Uzroh Wa Tahrim Isbal Wa
Libas Syuhroh, hal. 19]
D. DAMPAK
NEGATIF ISBAL
Isbal kehaaramannya telah jelas, bahkan di dalam isbal terdapat beberapa
kemungkaran yang tidak bisa diangga remeh, berikut sebagiannya..
1.
Menyelisihi Sunnah Menyelesihi sunnah termasuk
perkara yang tidak bisa dianggap enteng dan ringan, karena kewajiban setiap
muslim untuk mengamalkan setiap sendi dien dalam segala perkara baik datangnya
dari Al-Qur‟an atau Sunnah.
Alloh Subhanahu wa Ta‟ala berfirman.
“Artinya : Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rosul, takut akan
di timpa cobaan (fitnah) atau ditimpa adzab yang pedih” [An-Nur : 63]
2.
Mendapat Ancaman Neraka Berdasarkan hadits yang
sangat banyak berisi ancaman neraka [2], bagi yang melabuhkan pakaiannya, baik
karena sombong taupun tidak.
3.
Termasuk Kesombongan
Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar
rahimahullah : “Kesimpulannya isbal melazimkan menarik pakaian, dan menarik
pakaian melazimkan kesombongan, walaupun pelakunya tidak bermaksud sombong”
(Fathul Bari 10/325). Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda :
“Waspadalah kalian dari isbal pakaian, karena hal itu termasuk kesombongan, dan
Allah tidak menyukai kesombongan” [Hadits Riwayat Abu Dawud 4084, Ahmad 4/65,
dishohihkan oleh Al-Albany dalam As-Shohihah 770]
4.
Menyerupai Wanita Isbal bagi wanita
disyari‟atkan bahkan wajib, dan mereka tidak diperkenankan untuk menampakkan
anggota tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Orang yang isbal berarti mereka
telah menyerupai wanita dalam berpakaian, dan hal itu terlarang secara tegas,
berdasarkan hadits.
Dari Ibnu Abbas ia berkata ;
“Rasulullah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang
menyerupai laki-laki” [Hadits Riwayat Bukhari 5885, Abu Dawud 4097, Tirmidzi
2785, Ibnu Majah 1904]
Imam At-Thobari berkata : “Maknanya
tidak boleh bagi laki-laki menyerupai wanita di dalam berpakaian dan perhiasan
yang menjadi kekhususan mereka, demikian pula sebaliknya” [Fathul Bari II/521]
Dari Khorsyah bin Hirr berkata : “Aku
melihat Umar bin Khaththab, kemudian ada seorang pemuda yang melabuhkan
sarungnya lewat di hadapannya. Maka Umar menegurnya seraya berkata : “Apakah
kamu orang yang haidh?” pemuda tersebut menjawab : “Wahai amirul mukminin
apakah laki-laki itu mengalami haidh?” Umar menjawab ; “Lantas mengapa engkau
melabuhkan sarungmu melewati mata kaki?” kemudian Umar minta diambilkan guting
lalu memotong bagian sarung yang melebihi kedua mata kakinya”. Kharsyah berkata
: “Seakan-akan aku melihat benang-benang di ujung sarung itu” [Hadits Riwayat
Ibnu Syaibah 8/393 dengan sanad yang shohih, lihat Al-Isbal Lighoiril Khuyala,
hal. 18]
Akan tetapi laa haula wal quwwata illa billah, zaman sekarang yang
katanya modern, patokan berpakaian terbalik, yang laki-laki melabuhkan
pakaianya menyerupai wanita dan tidak terlihat darinya kecuali wajah dan
telapak tangan!, Yang wanita membuka pakaianya hingga terlihat dua betisnya
bahkan lebih dari itu. Yang lebih tragis lagi terlontar cemoohan dan ejekan
kepada laki-laki yang memendekkan pakaiannya karena mencontoh Nabi dan para
sahabat. Manusia zaman sekarang meman aneh, mereka mencela dan mengejek para
wanita yang memanjangkan jilbabnya karena taat kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala
dan Rasulnya, akhirnya kepada Alloh kita mengadu” [Al-Isbal Lighoiril Khuyala
hal. 18]
5.
Berlebih Lebihan
Tidak ragu lagi
syari‟at yang mulia ini telah memberikan batas-batas berpakaian, maka
barangsiapa yang melebihi batasnya sungguh ia telah belebih-lebihan.
Alloh Subhanahu wa Ta‟ala berfirman.
“Artinya : Dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan” [Al-A‟raf : 31]
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata : “Apabila
pakaian melebihi batas semestinya, maka larangannya dari segi isrof
(berlebih-lebihan) yang berakhir pada keharaman” [Fathul Bari II/436]
6. Terkena Najis
Orang yang
isbal tidak aman dari najis, bahkan kemungkinan besar najis menempel dan
mengenai sarungnya tanpa ia sadari, Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam
bersabda. “Artinya : Naikkan sarungmu
karena hal itu lebih menunjukkan ketakwaan dalam lafazh yang lain lebih suci
dan bersih” [Hadits Riwayat Tirmidzi dalam Syamail 97, Ahmad 5/364, dishohihkan
oleh Al-Albani dalam Mukhtashar Syama‟il Muhammadiyyah hal. 69]
7.
SYUBHAT DAN JAWABANNYA
Orang yang membolehkan isbal
melontarkan syubhat yang cukup banyak, di antara yang sering muncul ke
permukaan adalah klaim mereka bahwa isbal jika tidak sombong dibolehkan. Oleh
karena itu penulis perlu menjawab dalil-dalil yang biasa mereka gunakan untuk
membolehkan isbal jika tidak bermaksud sombong.
Pertama
: Hadits Ibnu Umar Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu „anhu, bahwasanya
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Barangsiapa yang
melabuhkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada
hari kiamat!" Abu Bakar bertanya, "Ya Rasulullah, sarungku sering
melorot kecuali bila aku menjaganya!" Rasulullah menjawab, "Engkau
bukan termasuk orang yang melakukannya karena sombong."[Hadits Riwayat
Bukhari 5784]
Mereka berdalil
dengan sabda Rasulullah, "Engkau bukan termasuk orang yang melakukannya
karena sombong.", bahwasanya isbal tidak sombong ibolehkan?!
Jawaban.
Berkata Syaikh
Al-Albani : “Dan termasuk perkara yang aneh, ada sebagian orang yang mempunyai
pengetahuan tentang Islam, mereka berdalil bolehnya memanjangkan pakaian atas
dasar perkatan Abu Bakar ini. Maka aku katakan bahwa hadits di atas sangat
gamblang bahwa Abu Bakar sebelumnya tidak memanjangkan pakaiannya, sarungnya
selalu melorot tanpa kehendak dirinya dengan tetap berusaha untuk selalu
menjaganya. Maka apakah boleh berdalil dengan perkataan ini sementara
perbedaannya sangat jelas bagaikan matahari di siang bolong dengan apa yang
terjadi pada diri Abu Bakar dan orang yang selalu memanjangkan pakaiannya? Kita
memohon kepada Allah keselamatan dari hawa nafsu. (As-Shohihah 6/401). Kemudian
Syaikh berkata di tempat yang lain : “Dalam hadits riwayat Muslim, Ibnu Umar
pernah lewat di hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedangkan sarungnya
melorot, Rasulullah menegur Ibnu Umar dan berkata, "Wahai Abdulloh,
naikkan sarungmu!". Apabila Ibnu Umar saja yang termasuk sahabat yang
mulia dan utama, Nabi tidak tinggal diam terhadap sarungnya yang melorot bahkan
memerintahkannya untuk mengangkat sarung tersebut, bukankah ini menunjukkan
bahwa isbal itu tidak berkaitan dengan sombong atau tidak sombong?! [Mukhtashar
Syamail Muhammadiyyah hal. 11]
Allah
Subhanahu wa Ta‟ala berfirman. ”Artinya : Sesungguhnya pada yang demikian ini
benar-benar terdapat peringatan bagi orang yang mempunyai hati atau apa yang
menggunakan pendengarannya, sedang ia menyaksikannya” [Qoof : 37]
Syaikh Ibnu Utsaimin
rahimahullah berkata : “Dan adapun orang yang berhujjah dengan hadits Abu
Bakar, maka kita jawab dari dua sisi. "Pertama, bahwa salah satu sisi
sarung Abu Bakar kadang melorot tanpa disengaja, maka beliau tidak menurunkan
sarungnya atas kehendak dirinya dan ia selalu berusaha menjaganya. Sedangkan
orang yang mengklaim bahwa dirinya isbal karena tidak sombong, mereka
menurunkan pakaian mereka karena kehendak mereka sendiri. Oleh karena itu, kita
katakan kepada mereka, 'Jika kalian menurunkan pakaian kalian di bawah mata
kaki tanpa niat sombong, maka kalian akan diadzab dengan apa yang turun di
bawah mata kaki dengan Neraka. Jika kalian menurunkan pakaian karena sombong,
maka kalian akan diadzab dengan siksa yang lebih pedih, yaitu Allah Subhanahu
wa Ta‟ala tidak akan berbicara kepada kalian, tidak dilihat oleh-Nya, tidak
disucikan oleh-Nya dan bagi kalian adzab yang pedih”. Yang kedua, Abu Bakar
mendapat rekomendasi dan tazkiah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa
ia bukan termasuk orang yang sombong, maka, apakah kalian juga mendapat tazkiah
dan rekomendasi yang serupa?" [Fatawa Ulama Balad Haram hal. 1140]
Kedua
: Mereka yang membolehkan isbal jika tidak sombong, menyangka bahwa
hadits-hadits larangan isbal yang bersifat mutlak (umum), harus ditaqyid
(dikaitkan) ke dalil-dalil yang menyebutkan lafazh khuyala' (sombong), sesuai
dengan kaidah ushul fiqh, "Hamlul Mutlak 'alal Muqoyyad Wajib"
(membawa nash yang mutlak ke muqoyyad adalah wajib).
Jawaban:
Kemudian kaidah ushul "Hamlul
Muthlaq 'alal Muqoyyad" adalah kaidah yang telah disepakati dengan
syarat-syarat tertentu. Untuk lebih jelasnya, mari kita simak perkataan ahlul
ilmi dalam masalah ini.
Berkata
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah : “Isbal pakaian apabila karena sombong maka
hukumannya Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat, tidak mengajak bicara
dan tidak mensucikannya, serta baginya adzab yang pedih. Adapun apabila tidak
karena sombong, maka hukumannya disiksa dengan neraka apa yang turun melebihi
mata kaki, berdasarkan hadits. Dari Abu Dzar Radhiyallahu „anhu bahwasanya
Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Ada tiga golongan yang
tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan bagi mereka adzab yang
pedih: orang yang memanjangkan pakaiannya, yang suka mengungkit-ungkit
pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu”. Juga
sabdanya : “Barangsiapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, maka Allah
tidak akan melihatnya pada hari kiamat, Adapun yang isbal karena tidak sombong,
maka hukumannya sebagaimana dalam hadits : “Apa saja yang dibawah kedua mata
kaki di dalam Neraka”. Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak
mentaqyidnya dengan sombong atau tidak, maka tidak boleh mentaqyid hadits ini
berdasarkan hadits yang lalu. Juga Abu Sa'id Al-Khudri Radhiyallahu „anhu telah
berkata bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Keadaan
sarung seorang muslim hingga setengah betis, tidaklah berdosa bila
memanjangkannya antara setengah betis hingga di atas mata kaki, dan apa yang
turun di bawah mata kaki, maka bagiannya di neraka, barangsiapa yang menarik
pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya”.
Di dalam hadits ini, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan
dua permisalan dalam satu hadits, dan ia menjelaskan perbedaan hukum keduanya
karena perbedaan balasannya. Keduanya berbeda dalam perbuatan dan berbeda dalam
hukum dan balasan. Maka selama hukum dan sebabnya berbeda, tidaklah boleh
membawa yang mutlak ke muqoyyad (khusus), di antara syaratnya adalah bersatunya
dua nash dalam satu hukum, apabila hukumnya berbeda, maka tidaklah ditaqyid
salah satu keduanya dengan yang lain. Oleh karena itu ayat tayammum yang
berbunyi :”Basuhlah mukamu dan tanganmu dengan tanah” tidak ditaqyid dengan
ayat wudhu, “Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku” maka tayammum itu
tidak sampai siku, karena mengharuskan perlawanan”[As‟ilah Muhimmah hal, 29-30,
Lihat pula Fatawa Syaikh Utsaimin 2/921, Isbal Lighoiril khuyala hal. 26]
Kesimpulannya ;
Kaidah "Membawa nash yang mutlak ke muqoyyad wajib" adalah kaidah
yang telah muttofak alaihi (disepakati) pada keadaan bersatunya hukum dan
sebab. Maka tidak boleh membawa nash yang mutlak ke muqoyyad apabila hukum dan
sebabnya berbeda, atau hukumnya berbeda dan sebabnya sama! [Lihat Ushul Fiqh Al-Islamy
1/217 karya Dr Wahbah Az-Zuhaili]
E.
Kesimpulan
1. Isbal adalah memanjangkan pakaian hingga
menutupi mata kaki, baik karena sombong maupun tidak, dan hal ini haram
dilakukan bagi laki-laki.
2. Batasan pakaian seorang laki-laki ialah setengah
betis, dan dibolehkan hingga di atas mata kaki, tidak lebih.
3.
Hukum isbal itdak berlaku bagi wanita, bahkan
mereka disyari'atkan menurunkan pakaiannya hingga sejengkal di bawah mata kaki.
4. Isbal pakaian tidak hanya sarung, berlaku bagi
setiap jenis pakaian berupa celana, gamis, jubah, sorban dan segala sesuatu
yang menjulur ke bawah.
5. Isbal karena sombong adalah dosa besar, oleh
karena itu pelakunya berhak tidak dilihat oleh Allah pada hari kiamat, tidak
disucikan-Nya, dan baginya adzab yang pedih.
6. Isbal jika
tidak sombong maka baginya adzab neraka apa yang turun di bawah mata kaki.
7. Isbal memiliki beberapa kemungkaran, sebagaimana
telah berlalu penjelasannya
8. Klaim sebagian orang yang melakukan isbal dengan
alasan tidak sombong merupakan klaim yang tidak bisa diterima. Maka bagi
mereka, kami sarankan untuk memperdalam ilmu dan merujuk kalam ulama dalam
masalah ini. Demikian yang bisa kami sajikan tentang masalah isbal. Semoga
tulisan ini ikhlas karena mengharap wajah-Nya dan bermanfaat bagi diri penulis serta
kaum muslimin di manapun berada, amiin. Wallahu a'lam.
[[Disalin dari majalah Al Furqon, Edisi :
03/IV/Syawal 1425H. Penerbit Lajnah Dakwah Ma‟had Al-Furqon, Alamat : Maktabah
Ma‟had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jatim]