Minggu, 12 Januari 2014

Nasehat Bagi Pelaku Maksiat

1 komentar


Minggu, 18 Mei 2008 13:48:00 WIB
CARA MENASEHATI ORANG YANG TERANG-TERANGAN MELAKUKAN KEMAKSIATAN

Oleh Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Pertanyaan Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya :

 Sepucuk surat berasal dari Kuwait, dikirim oleh seseorang yang mengeluhkan saudaranya, ia menyebutkan bahwa saudaranya itu melakukan kemaksiatan dan telah sering dinasehati, tapi malah semakin terang-terangan. Pengirim surat mengharap bimbingan mengenai masalah ini.

Jawaban

Kewajiban sesama muslim adalah saling menasehati, saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan, dan saling berwasiat dengan kebenaran dan kesabaran, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
 "Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksaNya." [Al-Ma'idah : 2]

 Dan ayat,
 “Demi masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasihat menasihati supaya menetapi kesabaran." [Al-'Ashr : l-3]

 Serta sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia,
“Agama adalah nasehat." Ditanyakan kepada beliau, "Kepada siapa ya Rasulullah?" beliau jawab, "Kepada Allah, kitabNya, RasulNya, pemimpin kaum muslimin dan kaum muslimin lainnya."[1]

Kedua ayat dan hadits mulia ini menunjukkan wajibnya saling menasehati dan saling tolong menolong dalan kebaikan serta saling berwasiat dengan kebenaran. Jika seorang muslim melihat saudaranya tengah malas melaksanakan apa yang telah diwajibkan Allah atasnya, maka ia wajib menasehatinya dan mengajaknya kepada kebaikan serta mencegahnya dari kemungkaran sehingga
masyarakatnya menjadi baik semua, lalu kebaikan akan tampak sementara keburukan akan sirna, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
"Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar." [At-Taubah : 71]
Nabi Shallallahu alaihi wa sallam pun telah bersabda
"Barangsiapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika tidak bisa maka dengan lisannya, dan jika tidak bisa juga maka dengan hatinya, itulah selemah-lemahnya iman."[2]
Maka anda, penanya, selama anda menasehatinya dan mengarahkannya kepada kebaikan, namun ia malah semakin menampakkan kemaksiatan, maka hendaknya anda menjauhinya dan tidak lagi bergaul dengannya. Di samping itu, hendaknya anda mendorong orang lain yang lebih berpengaruh dan lebih dihormati oleh orang tersebut, untuk turut menasehatinya dan mengajaknya ke jalan Allah. Mudah-mudahan dengan begitu Allah memberikan manfaat. Jika anda mendapati bahwa penjauhan anda itu malah semakin memperburuk dan anda memandang bahwa tetap menjalin hubungan dengannya itu lebih bermanfaat baginya untuk perkara agamanya, atau lebih sedikit keburukannya, maka jangan anda jauhi, karena penjauhan ini dimaksudkan sebagai terapi, yaitu sebagai obatnya. Tapi jika itu tidak berguna dan malah semakin memperparah penyakitnya, maka hendaknya anda melakukan yang lebih maslahat, yaitu tetap berhubungan dengannya dan terus menerus menasehatinya, mengajaknya kepada kebaikan dan mencegahnya dari keburukan, tapi tidak menjadikannya sebagai kawan atau teman dekat. Mudah-mudahan Allah memberikan manfaat dengan itu. Inilah cara yang paling baik dalam kasus semacam ini yang berasal dari ucapan para ahli ilmu.
 [Majmu' Fatawa wa Maqalat Mutanawwi'ah, juz 5, hal. 343-344, Syaikh ibnu Baz]
APA YANG DIMAKSUD DENGAN HIKMAH?
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apa yang dimaksud dengan hikmah? Dan bagaimana seorang muslim bisa menyandangnya?
Jawaban
Hikmah adalah keselarasan dalam bersikap dan menetapkan. Kesalahan bersikap berarti bertolak belakang dengan hikmah. Karena itu, sebagian dai yang berdakwah tanpa hikmah, ketika melihat seseorang yang dinilainya mungkar, ia akan menjelekkannya dan meneriakinya. Contohnya: Ketika melihat seseorang masuk masjid lalu langsung duduk tanpa shalat tahiyyatul masjid lebih dulu, ia akan meneriakinya. Demikian yang tanpa hikmah. Tapi yang dengan hikmah, tidak akan begitu. la akan menjelaskannya kepada orang tersebut dan menguraikan haditsnya. Demikian juga yang dilakukan dalam perkara-perkara yang wajib dan yang haram serta lainnya.
Dan begitu pula dalam sikap-sikap khusus yang berhubungan dengan manusia, seperti dalam bidang keuangan, harus pula dengan hikmah. Berapa banyak orang yang boros dan berhutang hanya untuk hal-hal yang tidak penting dan tidak mendesak.
PENJELASAN AYAT (TIADALAH ORANG YANG SESAT ITU AKAN MEMBERI MUDHARAT KEPADAMU APABILA KAMU TELAH MENDAPAT PETUNJUK)
Oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Pertanyaan
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Ketika dikatakan kepada seseorang, "Kenapa anda tidak merubah kemungkaran ini?" atau "Kenapa anda tidak menasehati keluarga anda untuk meninggalkan kemungkaran ini?" lalu orang tersebut menyebutkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala
"Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk." [Al-Ma'idah : 105]
Bagaimana jawaban Syaikh?
Jawaban
Ayat ini adalah ayat muhkamah,  ayat ini tidak dihapus hukumnya,  namun orang yang berdalih dengan ayat ini telah salah faham. Dalam ini Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan "Tiadalah orang yang sesat itu akan memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk." [Al-Ma'idah: 105]
Di antara petunjuk itu adalah menyuruh manusia berbuat baik dan mencegah kemungkaran sesuai kesanggupan. Jika meninggalkan amar ma'ruf nahi mungkar tidak disebut telah berpetunjuk, karena jika telah tampak kemungkaran pada suatu kaum lalu ia tidak berusaha merubahnya, maka dikhawatirkan Allah akan menimpakan siksaan secara umum yang menimpa semua orang (yang baik dan yang buruk).
[Alfazh wa Mafahim fi Mizanisy Syari'ah, hal. 33 Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin] [Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah Musthofa Aini, Penerbit Darul Haq]
 _________
Footnotes
 [1]. Dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya, kitab Al-Iman (55). Al-Bukhari mengomentarinya pada kitab Al-Iman.
 [2]. Dikeluarkan oleh Imam Muslim dalam kitab Shahihnya, kitab Al-Iman (49).




Kisah Sahabat Udzaifah Bin al-Yaman

0 komentar
      Hudzaifah Ibnul Yaman lahir di rumah tangga Muslim, dipelihara dan dibesarkan dalam pangkuan kedua orang tuanya yang telah memeluk agama Allah, sebagai rombongan pertama. Oleh sebab itu, Hudzaifah telah Islam sebelum dia bertemu muka dengan Rasulullah. Setelah Rasulullah hijrah ke Madinah, Hudzaifah selalu mendampingi beliau bagaikan seorang kekasih. Hudzaifah turut bersama-sama dalam setiap peperangan yang dipimpinnya, kecuali dalam Perang Badar.
      Dalam Perang Uhud, Hudzaifah ikut memerangi kaum kafir bersama dengan ayahnya, Al-Yaman. Dalam perang itu, Hudzaifah mendapat cobaan besar. Dia pulang dengan selamat, tetapi bapaknya syahid oleh pedang kaum Muslimin sendiri, bukan kaum musyrikin. Kaum Muslimin tidak mengetahui jika Al-Yaman adalah bagian dari mereka, sehingga mereka membunuhnya dalam perang.
      Rasulullah menilai dalam pribadi Hudzaifah Ibnul Yaman terdapat tiga keistimewaan yang menonjol. Pertama, cerdas, sehingga dia dapat meloloskan diri dalam situasi yang serba sulit. Kedua, cepat tanggap, berpikir cepat, tepat dan jitu, yang dapat dilakukannya setiap diperlukan. Ketiga, cermat memegang rahasia, dan berdisiplin tinggi, sehingga tidak seorang pun dapat mengorek yang dirahasiakannya.

       Kesulitan terbesar yang dihadapi kaum Muslimin di Madinah ialah kehadiran kaum Yahudi munafik dan sekutu mereka, yang selalu membuat isu-isu dan muslihat jahat. Untuk menghadapi kesulitan ini, Rasulullah memercayakan suatu yang sangat rahasia kepada Hudzaifah Ibnul Yaman—dengan memberikan daftar nama orang munafik itu kepadanya. Itulah suatu rahasia yang tidak pernah bocor kepada siapa pun hingga sekarang.
     Dengan memercayakan hal yang sangat rahasia itu, Rasulullah menugaskan Hudzaifah memonitor setiap gerak-gerik dan kegiatan mereka, untuk mencegah bahaya yang mungkin dilontarkan mereka terhadap Islam dan kaum Muslimin. Karena inilah, Hudzaifah Ibnul Yaman digelari oleh para sahabat dengan "Shahibu Sirri Rasulullah (Pemegang Rahasia Rasulullah).
        Pada puncak Perang Khandaq, Rasulullah memerintahkan Hudzaifah melaksanakan suatu tugas yang amat berbahaya. Beliau mengutus Hudzaifah ke jantung pertahanan musuh, dalam kegelapan malam yang hitam pekat.
      "Ada beberapa peristiwa yang dialami musuh. Pergilah engkau ke sana dengan sembunyi-sembunyi untuk mendapatkan data-data yang pasti. Dan laporkan kepadaku segera!" perintah beliau.
Hudzaifah pun bangun dan berangkat dengan takutan dan menahan dingin yang sangat menusuk. Maka, Rasulullah berdoa, "Ya Allah, lindungilah dia, dari depan, dari belakang, kanan, kiri, atas, dan dari bawah."
       "Demi Allah, sesudah Rasulullah selesai berdoa, ketakutan yang menghantui dalam dadaku dan kedinginan yang menusuk-nusuk tubuhku hilang seketika, sehingga aku merasa segar dan perkasa," tutur Hudzaifah. Tatkala ia memalingkan diri dari Rasulullah, beliau memanggilnya dan berkata, "Hai Hudzaifah, sekali-kali jangan melakukan tindakan yang mencurigakan mereka sampai tugasmu selesai, dan kembali kepadaku!"

"Saya siap, ya Rasulullah," jawab Hudzaifah.

Hudzaifah pun pergi dengan sembunyi-sembunyi dan hati-hati sekali, dalam kegelapan malam yang hitam kelam. Ia berhasil menyusup ke jantung pertahanan musuh dengan berlagak seolah-olah anggota pasukan mereka. Belum lama berada di tengah-tengah mereka, tiba-tiba terdengar Abu Sufyan memberi komando.
     "Hai, pasukan Quraisy, dengarkan aku berbicara kepada kamu sekalian. Aku sangat khawatir, hendaknya pembicaraanku ini jangan sampai terdengar oleh Muhammad. Karena itu, telitilah lebih dahulu setiap orang yang berada di samping kalian masing-masing!"

Mendengar ucapan Abu Sufyan, Hudzaifah segera memegang tangan orang yang di sampingnya seraya bertanya, "Siapa kamu?"

Jawabnya, "Aku si Fulan, anak si Fulan."

      Sesudah dirasanya aman, Abu Sufyan melanjutkan bicaranya, "Hai, pasukan Quraisy. Demi Tuhan, sesungguhnya kita tidak dapat bertahan di sini lebih lama lagi. Hewan-hewan kendaraan kita telah banyak yang mati. Bani Quraizhah berkhianat meninggalkan kita. Angin topan menyerang kita dengan ganas seperti kalian rasakan. Karena itu, berangkatlah kalian sekarang dan tinggalkan tempat ini. Sesungguhnya aku sendiri akan berangkat."
      Selesai berkata demikian, Abu Sufyan kemudian mendekati untanya, melepaskan tali penambat, lalu dinaiki dan dipukulnya. Unta itu bangun dan Abu Sufyan langsung berangkat. Seandainya Rasulullah tidak melarangnya melakukan suatu tindakan di luar perintah sebelum datang melapor kepada beliau, tentu ia akan membunuh Abu Sufyan dengan pedangnya.
      Hudzaifah Ibnul Yaman sangat cermat dan teguh memegang segala rahasia mengenai orang-orang munafik selama hidupnya, sampai kepada seorang khalifah sekali pun. Bahkan Khalifah Umar bin Khathtab, jika ada orang Muslim yang meninggal, dia bertanya, "Apakah Hudzaifah turut menyalatkan jenazah orang itu?" Jika mereka menjawab, "Ada," Umar turut menyalatkannya.

Suatu ketika, Khalifah Umar pernah bertanya kepada Hudzaifah dengan cerdik, "Adakah di antara pegawai-pegawaiku orang munafik?"

"Ada seorang," jawab Hudzaifah.

"Tolong tunjukkan kepadaku siapa?" kata Umar.

Hudzaifah menjawab, "Maaf Khalifah, saya dilarang Rasulullah mengatakannya."

    Walau demikian, amat sedikit orang yang mengetahui bahwa Hudzaifah Ibnul Yaman sesungguhnya adalah pahlawan penakluk Nahawand, Dainawar, Hamadzan, dan Rai. Dia membebaskan kota-kota tersebut bagi kaum Muslimin dari genggaman kekuasaan Persia. Hudzaifah juga termasuk tokoh yang memprakarsai keseragaman mushaf Alquran, sesudah kitabullah itu beraneka ragam coraknya di tangan kaum Muslimin.

Ketika Hudzaifah sakit keras menjelang ajalnya tiba, beberapa orang sahabat datang mengunjunginya pada tengah malam. Hudzaifah bertanya kepada mereka,"Pukul berapa sekarang?"

Mereka menjawab, "Sudah dekat Subuh."

Hudzaifah berkata, "Aku berlindung kepada Allah dari Subuh yang menyebabkan aku masuk neraka."

Ia bertanya kembali, "Adakah kalian membawa kafan?"

Mereka menjawab, "Ada."

Hudzaifah berkata, "Tidak perlu kafan yang mahal. Jika diriku baik dalam penilaian Allah, Dia akan menggantinya untukku dengan kafan yang lebih baik. Dan jika aku tidak baik dalam pandangan Allah, Dia akan menanggalkan kafan itu dari tubuhku."

Sesudah itu dia berdoa kepada Allah, "Ya Allah, sesungguhnya Engkau tahu, aku lebih suka fakir daripada kaya, aku lebih suka sederhana daripada mewah, aku lebih suka mati daripada hidup."

Sesudah berdoa demikian, ruhnya pun pergi menghadap Ilahi. Seorang kekasih Allah kembali kepada Allah dalam kerinduan. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya.

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/11/07/29/lp3ev9-kisah-sahabat-nabi-hudzaifah-ibnul-yaman-pemegang-rahasia-rasulullah

Sabtu, 11 Januari 2014

Larangan Memanjangkan Pakaian Hingga Melebihi Mata Kaki

0 komentar



 Isbal artinya melabuhkan pakaian hingga menutupi mata kaki, dan hal ini terlarang secara tegas baik karena sombong maupun tidak. Larangan isbal bagi laki-laki telah dijelaskan dalam hadits-hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang sangat banyak, maka selayaknya bagi seorang muslim yang telah ridho Islam sebagai agamanya untuk menjauhi hal ini. Namun ada sebagian kalangan yang dianggap berilmu, menolak (larangan) isbal dengan alasan yang rapuh seperti klaim mereka kalau tidak sombong maka dibolehkan?! Untuk lebih jelasnya, berikut kami paparkan perkara yang sebenarnya tentang isbal agar menjadi pelita bagi orang-orang yang mencari kebenaran. Amin. Wallahul Musta'an.

A.    DEFINISI ISBAL Isbal
secara bahasa adalah masdar dari “asbala”, “yusbilu-isbaalan”, yang bermakna “irkhaa-an”, yang artinya; menurunkan, melabuhkan atau memanjangkan. Sedangkan menurut istilah, sebagaimana diungkapkan oleh Imam Ibnul 'Aroby rahimahullah dan selainnya adalah ; memanjangkan, melabuhkan dan menjulurkan pakaian hingga menutupi mata kaki dan menyentuh tanah, baik karena sombong ataupun tidak. [Lihat Lisanul 'Arob, Ibnul Munzhir 11/321, Nihayah Fi Gharibil Hadits, Ibnul Atsir 2/339]

B.     BATAS PAKAIAN MUSLIM
Salah satu kewajiban seorang muslim adalah meneladani Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam segala perkara, termasuk dalam masalah pakaian. Rasulullah telah memberikan batas-batas syar'I terhadap pakaian seorang muslim, perhatikan hadits-hadits berikut:.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Artinya : Keadaan sarung seorang muslim hingga setengah betis, tidaklah berdosa bila memanjangkannya antara setengah betis hingga di atas mata kaki. Dan apa yang turun dibawah mata kaki maka bagiannya di neraka. Barangsiapa yang menarik pakaiannya karena sombong maka Alloh tidak akan melihatnya” [Hadits Riwayat. Abu Dawud 4093, Ibnu Majah 3573, Ahmad 3/5, Malik 12. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Misykah 4331]
Berkata Syaroful Haq Azhim Abadi rahimahullah : “Hadits ini menunjukkan bahwa yang sunnah hendaklah sarung seorang muslim hingga setengah betis, dan dibolehkan turun dari itu hingga di atas mata kaki. Apa saja yang dibawah mata kaki maka hal itu terlarang dan haram.[ Aunul Ma‟bud 11/103]
Dari Hudzaifah Radhiyallahu „anhu, beliau berkata. “Artinya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam memegang otot betisku lalu bersabda, “Ini merupakan batas bawah kain sarung. Jika engkau enggan maka boleh lebih bawah lagi. Jika engkau masih enggan juga, maka tidak ada hak bagi sarung pada mata kaki” [Hadits Riwayat. Tirmidzi 1783, Ibnu Majah 3572, Ahmad 5/382, Ibnu Hibban 1447. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah 1765]
Hadits-hadits di atas mengisyaratkan bahwa panjang pakaian seorang muslim tidaklah melebihi kedua mata kaki dan yang paling utama hingga setengah betis, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam haditsnya yang banyak.
                Dari Abi Juhaifah Radhiyallahu „anhu berkata. Aku melihat Nabi keluar dengan memakai Hullah Hamro' seakan-akan saya melihat kedua betisnya yang sangat putih” [Tirmidzi dalam Sunannya 197, dalam Syamail Muhammadiyah 52, dan Ahmad 4/308]
 'Ubaid bin Khalid Radhiyallahu „anhu berkata : “Tatkala aku sedang berjalan di kota Madinah, tiba-tiba ada seorang di belakangku sambil berkata, "Tinggikan sarungmu! Sesungguhnya hal itu lebih mendekatkan kepada ketakwaan." Ternyata dia adalah Rasulullah. Aku pun bertanya kepadanya, "Wahai Rasulullah, ini Burdah Malhaa (pakaian yang mahal). Rasulullah menjawab, "Tidakkah pada diriku terdapat teladan?" Maka aku melihat sarungnya hingga setengah betis”.[Hadits Riwayat Tirmidzi dalam Syamail 97, Ahmad 5/364. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Mukhtashor Syamail Muhammadiyah, hal. 69]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah ditanya tentang seseorang yang memanjangkan celananya hingga melebihi mata kaki. Beliau menjawab :‟ Panjangnya qomis, celana dan seluruh pakaian hendaklah tidak melebihi kedua mata kaki, sebagaimana telah tetap dari hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam” [Majmu' Fatawa 22/14]
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata : “ Walhasil, ada dua keadaan bagi laki-laaki; dianjurkan yaitu menurunkan sarung hingga setengah betis, boleh yaitu hingga di atas kedua mata kaki. Demikian pula bagi wanita ada dua keadaan; dianjurkan yaitu menurunkan di bawah mata kaki hingga sejengkal, dan dibolehkan hingga sehasta” [Fathul Bari 10/320] 

C.     DALIL-DALIL HARAMNYA ISBAL

Pertama.
 “Dari Abu Dzar bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan bagi mereka adzab yang pedih. Rasulullah menyebutkan tiga golongan tersebut berulang-ulang sebanyak tiga kali, Abu Dzar berkata : "Merugilah mereka! Siapakah mereka wahai Rasulullah?" Rasulullah menjawab : "Orang yang suka memanjangkan pakaiannya, yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu." [Hadits Riwayat Muslim 106, Abu Dawud 4087, Nasa'i 4455, Darimi 2608. Lihat Irwa': 900]
Kedua.
“Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu „anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Barangsiapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat." [Hadits Riwayat Bukhari 5783, Muslim 2085]
Ketiga.
“Dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi Bersabda : "Apa saja yang di bawah kedua mata kaki di dalam neraka." [Hadits Riwayat Bukhari 5797, Ibnu Majah 3573, Ahmad 2/96] Keempat
“Dari Mughiroh bin Syu'bah Radhiyallahu „anhu, adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Wahai Sufyan bin Sahl! Janganlah kamu isbal, sesungguhnya Allah tidak menyenangi orang-orang yang isbal." [Hadits Riwayat. Ibnu Majah 3574, Ahmad 4/26, Thobroni dalam Al-Kabir 7909. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 2862]
Kelima
“Waspadalah kalian dari isbal pakaian, karena hal itu termasuk kesombongan, dan Allah tidak menyukai kesombongan” [Hadits Riwayat Abu Dawud 4084, Ahmad 4/65. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 770]
Keenam
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu „anhu berkata, : "Saya lewat di hadapan Rasulullah sedangkan sarungku terurai, kemudian Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menegurku seraya berkata, "Wahai Abdullah, tinggikan sarungmu!" Aku pun meninggikannya. Beliau bersabda lagi, "Tinggikan lagi!" Aku pun meninggikannya lagi, maka semenjak itu aku senantiasa menjaga sarungku pada batas itu. Ada beberapa orang bertanya, "Seberapa tingginya?" "Sampai setengah betis."[Hadits Riwayat Muslim 2086. Ahmad 2/33]
Berkata Syakh Al-Albani rahimahullah, : “Hadits ini sangat jelas sekali bahwa kewajiban seorang muslim hendaklah tidak menjulurkan pakaiannya hingga melebihi kedua mata kaki. Bahkan hendaklah ia meninggikannya hingga batas mata kaki, walaupun dia tidak bertujuan sombong, dan di dalam hadits ini terdapat bantahan kepada orang-orang yang isbal dengan sangkaan bahwa mereka tidak melakukannya karena sombong! Tidakkah mereka meninggalkan hal ini demi mencontohkan perintah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam terhadap Ibnu Umar?? Ataukah mereka merasa hatinya lebih suci dari Ibnu Umar?” [Ash-Shahihah: 4/95]
Berkata Syaikh Bakr Abu Zaid :” Dan hadits-hadits tentang pelarangan isbal mencapai derajat mutawatir makna, tercantum dalam kitab-kitab shohih, sunan-sunan, ataupun musnad-musnad, diriwayatkan dari banyak sekali oleh sekelompok para sahabat. Beliau lantas menyebutkan nama-nama sahabat tersebut hingga dua puluh dua orang. Lanjutnya : “ Seluruh hadits tersebut menunjukkan larangan yang sangat tegas, larangan pengharaman, karena di dalamnya terdapat ancaman yang sangat keras. Dan telah diketahui bersama bahwa sesuatu yang terdapat ancaman atau kemurkaan, maka diharamkan, dan termasuk dosa besar, tidak dihapus dan diangkat hukumnya. Bahkan termasuk hukum-hukum syar'i yang kekal pengharamannya."[Hadd Tsaub Wal Uzroh Wa Tahrim Isbal Wa Libas Syuhroh, hal. 19]

D.    DAMPAK NEGATIF ISBAL 

Isbal kehaaramannya telah jelas, bahkan di dalam isbal terdapat beberapa kemungkaran yang tidak bisa diangga remeh, berikut sebagiannya..
1.         Menyelisihi Sunnah Menyelesihi sunnah termasuk perkara yang tidak bisa dianggap enteng dan ringan, karena kewajiban setiap muslim untuk mengamalkan setiap sendi dien dalam segala perkara baik datangnya dari Al-Qur‟an atau Sunnah.
Alloh Subhanahu wa Ta‟ala berfirman. “Artinya : Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rosul, takut akan di timpa cobaan (fitnah) atau ditimpa adzab yang pedih” [An-Nur : 63]

2.         Mendapat Ancaman Neraka Berdasarkan hadits yang sangat banyak berisi ancaman neraka [2], bagi yang melabuhkan pakaiannya, baik karena sombong taupun tidak.

3.         Termasuk Kesombongan
 Berkata Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah : “Kesimpulannya isbal melazimkan menarik pakaian, dan menarik pakaian melazimkan kesombongan, walaupun pelakunya tidak bermaksud sombong” (Fathul Bari 10/325). Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda : “Waspadalah kalian dari isbal pakaian, karena hal itu termasuk kesombongan, dan Allah tidak menyukai kesombongan” [Hadits Riwayat Abu Dawud 4084, Ahmad 4/65, dishohihkan oleh Al-Albany dalam As-Shohihah 770]

4.         Menyerupai Wanita Isbal bagi wanita disyari‟atkan bahkan wajib, dan mereka tidak diperkenankan untuk menampakkan anggota tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Orang yang isbal berarti mereka telah menyerupai wanita dalam berpakaian, dan hal itu terlarang secara tegas, berdasarkan hadits.
         Dari Ibnu Abbas ia berkata ; “Rasulullah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” [Hadits Riwayat Bukhari 5885, Abu Dawud 4097, Tirmidzi 2785, Ibnu Majah 1904]
        Imam At-Thobari berkata : “Maknanya tidak boleh bagi laki-laki menyerupai wanita di dalam berpakaian dan perhiasan yang menjadi kekhususan mereka, demikian pula sebaliknya” [Fathul Bari II/521]
         Dari Khorsyah bin Hirr berkata : “Aku melihat Umar bin Khaththab, kemudian ada seorang pemuda yang melabuhkan sarungnya lewat di hadapannya. Maka Umar menegurnya seraya berkata : “Apakah kamu orang yang haidh?” pemuda tersebut menjawab : “Wahai amirul mukminin apakah laki-laki itu mengalami haidh?” Umar menjawab ; “Lantas mengapa engkau melabuhkan sarungmu melewati mata kaki?” kemudian Umar minta diambilkan guting lalu memotong bagian sarung yang melebihi kedua mata kakinya”. Kharsyah berkata : “Seakan-akan aku melihat benang-benang di ujung sarung itu” [Hadits Riwayat Ibnu Syaibah 8/393 dengan sanad yang shohih, lihat Al-Isbal Lighoiril Khuyala, hal. 18]

Akan tetapi laa haula wal quwwata illa billah, zaman sekarang yang katanya modern, patokan berpakaian terbalik, yang laki-laki melabuhkan pakaianya menyerupai wanita dan tidak terlihat darinya kecuali wajah dan telapak tangan!, Yang wanita membuka pakaianya hingga terlihat dua betisnya bahkan lebih dari itu. Yang lebih tragis lagi terlontar cemoohan dan ejekan kepada laki-laki yang memendekkan pakaiannya karena mencontoh Nabi dan para sahabat. Manusia zaman sekarang meman aneh, mereka mencela dan mengejek para wanita yang memanjangkan jilbabnya karena taat kepada Allah Subhanahu wa Ta‟ala dan Rasulnya, akhirnya kepada Alloh kita mengadu” [Al-Isbal Lighoiril Khuyala hal. 18]

5.         Berlebih Lebihan
Tidak ragu lagi syari‟at yang mulia ini telah memberikan batas-batas berpakaian, maka barangsiapa yang melebihi batasnya sungguh ia telah belebih-lebihan.
Alloh Subhanahu wa Ta‟ala berfirman. “Artinya : Dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan” [Al-A‟raf : 31]
        Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata : “Apabila pakaian melebihi batas semestinya, maka larangannya dari segi isrof (berlebih-lebihan) yang berakhir pada keharaman” [Fathul Bari II/436]

6.       Terkena Najis
Orang yang isbal tidak aman dari najis, bahkan kemungkinan besar najis menempel dan mengenai sarungnya tanpa ia sadari, Rasulullah Shallallahu „alaihi wa sallam bersabda.   “Artinya : Naikkan sarungmu karena hal itu lebih menunjukkan ketakwaan dalam lafazh yang lain lebih suci dan bersih” [Hadits Riwayat Tirmidzi dalam Syamail 97, Ahmad 5/364, dishohihkan oleh Al-Albani dalam Mukhtashar Syama‟il Muhammadiyyah hal. 69]

7.         SYUBHAT DAN JAWABANNYA
 Orang yang membolehkan isbal melontarkan syubhat yang cukup banyak, di antara yang sering muncul ke permukaan adalah klaim mereka bahwa isbal jika tidak sombong dibolehkan. Oleh karena itu penulis perlu menjawab dalil-dalil yang biasa mereka gunakan untuk membolehkan isbal jika tidak bermaksud sombong.

Pertama : Hadits Ibnu Umar Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu „anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : "Barangsiapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat!" Abu Bakar bertanya, "Ya Rasulullah, sarungku sering melorot kecuali bila aku menjaganya!" Rasulullah menjawab, "Engkau bukan termasuk orang yang melakukannya karena sombong."[Hadits Riwayat Bukhari 5784]
Mereka berdalil dengan sabda Rasulullah, "Engkau bukan termasuk orang yang melakukannya karena sombong.", bahwasanya isbal tidak sombong ibolehkan?!
Jawaban.
Berkata Syaikh Al-Albani : “Dan termasuk perkara yang aneh, ada sebagian orang yang mempunyai pengetahuan tentang Islam, mereka berdalil bolehnya memanjangkan pakaian atas dasar perkatan Abu Bakar ini. Maka aku katakan bahwa hadits di atas sangat gamblang bahwa Abu Bakar sebelumnya tidak memanjangkan pakaiannya, sarungnya selalu melorot tanpa kehendak dirinya dengan tetap berusaha untuk selalu menjaganya. Maka apakah boleh berdalil dengan perkataan ini sementara perbedaannya sangat jelas bagaikan matahari di siang bolong dengan apa yang terjadi pada diri Abu Bakar dan orang yang selalu memanjangkan pakaiannya? Kita memohon kepada Allah keselamatan dari hawa nafsu. (As-Shohihah 6/401). Kemudian Syaikh berkata di tempat yang lain : “Dalam hadits riwayat Muslim, Ibnu Umar pernah lewat di hadapan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedangkan sarungnya melorot, Rasulullah menegur Ibnu Umar dan berkata, "Wahai Abdulloh, naikkan sarungmu!". Apabila Ibnu Umar saja yang termasuk sahabat yang mulia dan utama, Nabi tidak tinggal diam terhadap sarungnya yang melorot bahkan memerintahkannya untuk mengangkat sarung tersebut, bukankah ini menunjukkan bahwa isbal itu tidak berkaitan dengan sombong atau tidak sombong?! [Mukhtashar Syamail Muhammadiyyah hal. 11]
 Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman. ”Artinya : Sesungguhnya pada yang demikian ini benar-benar terdapat peringatan bagi orang yang mempunyai hati atau apa yang menggunakan pendengarannya, sedang ia menyaksikannya” [Qoof : 37]

                            Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata : “Dan adapun orang yang berhujjah dengan hadits Abu Bakar, maka kita jawab dari dua sisi. "Pertama, bahwa salah satu sisi sarung Abu Bakar kadang melorot tanpa disengaja, maka beliau tidak menurunkan sarungnya atas kehendak dirinya dan ia selalu berusaha menjaganya. Sedangkan orang yang mengklaim bahwa dirinya isbal karena tidak sombong, mereka menurunkan pakaian mereka karena kehendak mereka sendiri. Oleh karena itu, kita katakan kepada mereka, 'Jika kalian menurunkan pakaian kalian di bawah mata kaki tanpa niat sombong, maka kalian akan diadzab dengan apa yang turun di bawah mata kaki dengan Neraka. Jika kalian menurunkan pakaian karena sombong, maka kalian akan diadzab dengan siksa yang lebih pedih, yaitu Allah Subhanahu wa Ta‟ala tidak akan berbicara kepada kalian, tidak dilihat oleh-Nya, tidak disucikan oleh-Nya dan bagi kalian adzab yang pedih”. Yang kedua, Abu Bakar mendapat rekomendasi dan tazkiah dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa ia bukan termasuk orang yang sombong, maka, apakah kalian juga mendapat tazkiah dan rekomendasi yang serupa?" [Fatawa Ulama Balad Haram hal. 1140]

Kedua : Mereka yang membolehkan isbal jika tidak sombong, menyangka bahwa hadits-hadits larangan isbal yang bersifat mutlak (umum), harus ditaqyid (dikaitkan) ke dalil-dalil yang menyebutkan lafazh khuyala' (sombong), sesuai dengan kaidah ushul fiqh, "Hamlul Mutlak 'alal Muqoyyad Wajib" (membawa nash yang mutlak ke muqoyyad adalah wajib).
              Jawaban:
                   Kemudian kaidah ushul "Hamlul Muthlaq 'alal Muqoyyad" adalah kaidah yang telah disepakati dengan syarat-syarat tertentu. Untuk lebih jelasnya, mari kita simak perkataan ahlul ilmi dalam masalah ini.  

Berkata Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah : “Isbal pakaian apabila karena sombong maka hukumannya Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat, tidak mengajak bicara dan tidak mensucikannya, serta baginya adzab yang pedih. Adapun apabila tidak karena sombong, maka hukumannya disiksa dengan neraka apa yang turun melebihi mata kaki, berdasarkan hadits. Dari Abu Dzar Radhiyallahu „anhu bahwasanya Rasulullah Sallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan bagi mereka adzab yang pedih: orang yang memanjangkan pakaiannya, yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan dagangannya dengan sumpah palsu”. Juga sabdanya : “Barangsiapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat, Adapun yang isbal karena tidak sombong, maka hukumannya sebagaimana dalam hadits : “Apa saja yang dibawah kedua mata kaki di dalam Neraka”. Dan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak mentaqyidnya dengan sombong atau tidak, maka tidak boleh mentaqyid hadits ini berdasarkan hadits yang lalu. Juga Abu Sa'id Al-Khudri Radhiyallahu „anhu telah berkata bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : “Keadaan sarung seorang muslim hingga setengah betis, tidaklah berdosa bila memanjangkannya antara setengah betis hingga di atas mata kaki, dan apa yang turun di bawah mata kaki, maka bagiannya di neraka, barangsiapa yang menarik pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya”.

  Di dalam hadits ini, Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menyebutkan dua permisalan dalam satu hadits, dan ia menjelaskan perbedaan hukum keduanya karena perbedaan balasannya. Keduanya berbeda dalam perbuatan dan berbeda dalam hukum dan balasan. Maka selama hukum dan sebabnya berbeda, tidaklah boleh membawa yang mutlak ke muqoyyad (khusus), di antara syaratnya adalah bersatunya dua nash dalam satu hukum, apabila hukumnya berbeda, maka tidaklah ditaqyid salah satu keduanya dengan yang lain. Oleh karena itu ayat tayammum yang berbunyi :”Basuhlah mukamu dan tanganmu dengan tanah” tidak ditaqyid dengan ayat wudhu, “Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku” maka tayammum itu tidak sampai siku, karena mengharuskan perlawanan”[As‟ilah Muhimmah hal, 29-30, Lihat pula Fatawa Syaikh Utsaimin 2/921, Isbal Lighoiril khuyala hal. 26]

Kesimpulannya ; Kaidah "Membawa nash yang mutlak ke muqoyyad wajib" adalah kaidah yang telah muttofak alaihi (disepakati) pada keadaan bersatunya hukum dan sebab. Maka tidak boleh membawa nash yang mutlak ke muqoyyad apabila hukum dan sebabnya berbeda, atau hukumnya berbeda dan sebabnya sama! [Lihat Ushul Fiqh Al-Islamy 1/217 karya Dr Wahbah Az-Zuhaili]

E.     Kesimpulan

1.  Isbal adalah memanjangkan pakaian hingga menutupi mata kaki, baik karena sombong maupun tidak, dan hal ini haram dilakukan bagi laki-laki.
2.   Batasan pakaian seorang laki-laki ialah setengah betis, dan dibolehkan hingga di atas mata kaki, tidak lebih.
3.      Hukum isbal itdak berlaku bagi wanita, bahkan mereka disyari'atkan menurunkan pakaiannya hingga sejengkal di bawah mata kaki.
4.  Isbal pakaian tidak hanya sarung, berlaku bagi setiap jenis pakaian berupa celana, gamis, jubah, sorban dan segala sesuatu yang menjulur ke bawah.
5.    Isbal karena sombong adalah dosa besar, oleh karena itu pelakunya berhak tidak dilihat oleh Allah pada hari kiamat, tidak disucikan-Nya, dan baginya adzab yang pedih.
6.     Isbal jika tidak sombong maka baginya adzab neraka apa yang turun di bawah mata kaki.
7.     Isbal memiliki beberapa kemungkaran, sebagaimana telah berlalu penjelasannya
8.     Klaim sebagian orang yang melakukan isbal dengan alasan tidak sombong merupakan klaim yang tidak bisa diterima. Maka bagi mereka, kami sarankan untuk memperdalam ilmu dan merujuk kalam ulama dalam masalah ini. Demikian yang bisa kami sajikan tentang masalah isbal. Semoga tulisan ini ikhlas karena mengharap wajah-Nya dan bermanfaat bagi diri penulis serta kaum muslimin di manapun berada, amiin. Wallahu a'lam.

[[Disalin dari majalah Al Furqon, Edisi : 03/IV/Syawal 1425H. Penerbit Lajnah Dakwah Ma‟had Al-Furqon, Alamat : Maktabah Ma‟had Al-Furqon, Srowo Sidayu Gresik Jatim]

Keutamaan Shalat Tahajjud

0 komentar


Sesungguhnya melakukan shalat Tahajjud dan mengekang dorongan hawa nafsu dan syaitan, adalah sesuatu yang teramat berat dan sulit kecuali bagi orang yang dimudahkan dan ditolong oleh Allah.
      Ada beberapa faktor yang bisa membantu dan memotivasi seseorang untuk melakukan shalat Tahajjud serta memudahkannya dengan izin Allah. Faktor ini terbagi dua bagian; sarana lahir dan sarana batin.

 Faktor Lahir:
 1.  Menjauhi Perbuatan Dosa Dan Maksiat Yaitu, tidak melakukan perbuatan dosa di siang hari dan di malam hari, karena hal itu bisa membuat hati keras dan menghalangi seseorang dari curahan rahmat.
 Seorang laki-laki bertanya kepada al-Hasan al-Bashri, "Wahai Abu Sa'id, semalaman aku dalam keadaan sehat, lalu aku ingin melakukan shalat malam dan aku telah menyiapkan kebutuhan untuk bersuci, tapi mengapa aku tidak dapat bangun?" Al-Hasan menjawab, "Dosa-dosamu mengikatmu."[1]
Sufyan ats-Tsauri berkata, "Selama lima bulan aku merugi tidak melakukan shalat Tahajjud karena dosa yang aku perbuat." Ia ditanya, "Apakah dosa yang engkau lakukan?" Ia menjawab: "Aku melihat seseorang menangis, lalu aku berkata dalam diriku, 'Orang ini riya'.'"[2]
Sebagian orang shalih berkata, "Betapa banyak makanan yang bisa menghalangi orang melakukan shalat Tahajjud dan betapa banyak pandangan yang membuat orang rugi tidak membaca sebuah surat. Sesungguhnya seorang hamba kadang memakan suatu makanan atau melakukan suatu perbuatan lalu ia diharamkan karenanya dari melakukan shalat Tahajjud selama setahun."[3]
Fudhail bin 'Iyadh berkata, "Bila kamu tidak mampu melakukan shalat Tahajjud di malam hari dan puasa di siang hari maka kamu adalah orang yang merugi."[4]
Saudaraku, tinggalkanlah kemaksiatan dan dosa jika engkau mengharapkan berkhalwah (menyendiri) dengan Allah Yang Mahamengetahui segala yang ghaib!
2. Tidak Meninggalkan Tidur Siang Karena Itu Adalah Sunnah Dari Ibnu 'Abbas Radhiyallahu anhuma, ia menuturkan, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
"Jadikanlah makanan sahur sebagai sarana untuk membantumu melakukan puasa di siang hari dan tidur pada tengah hari sebagai sarana untuk membantumu melakukan shalat Tahajjud."[5]
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong untuk melakukan hal-hal yang dapat membantu, menggiatkan dan menjadikan orang beramal dengan terus-menerus. Sebab sibuk di siang hari hingga tidak tidur pada tengah hari dapat membuat fisik lemah dan di malam hari tidur menjadi nyenyak.
Al-Hasan al-Bashri bila datang ke pasar dan mendengar hiruk pikuk orang-orang di sana, ia berkata, "Aku mengira malam mereka adalah malam yang buruk (karena tidur nyenyak dan tidak bertahajjud), mengapa mereka tidak tidur tengah hari?"[6]
3. Tidak Memperbanyak Makan Sebab orang yang banyak makan akan banyak minum akan terlelap dalam tidur dan berat untuk melakukan shalat Tahajjud. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
"Tidak ada wadah yang paling buruk yang diisi manusia selain perutnya, cukuplah seorang anak Adam menyantap beberapa suap makanan saja yang dapat mengokohkan tulang punggungnya. Jika memang ia harus mengisi perutnya maka hendaknya ia mem-berikan sepertiga untuk makanannya, sepertiga untuk minumannya dan sepertiga lagi untuk nafasnya."[7]

Diriwayatkan bahwa iblis menampakkan dirinya kepada Yahya bin Zakariya dengan membawa beberapa buah sendok. Yahya bertanya kepadanya, "Untuk apakah sendok-sendok ini?" Iblis menjawab, "Ini adalah syahwat yang aku gunakan untuk menjebak anak keturunan Adam." Yahya bertanya kepadanya, "Apakah engkau mendapatkan sesuatu dari jebakan atau diriku?" Ia menjawab, "Ya, tadi malam engkau kenyang, lalu aku menjadikanmu berat untuk melakukan shalat Tahajjud." Yahya berkata, "Aku pasti tidak akan mengenyangkan perutku lagi selamanya." Iblis berkata, "Aku pasti tidak akan memberi nasihat (saran) kepada siapa pun setelah saranku ini kepadamu."[8] Wahab bin Munabih berkata, "Tidak ada anak keturunan Adam yang lebih disukai syaitan selain tukang makan dan tukang tidur." [9] Mis'ar bin Kadam berkata:
“ Aku temukan rasa lapar dapat disingkirkan Dengan roti dan segenggam air sungai Eufrat. Sedikit makanan dapat membantu orang yang shalat Dan banyak makanan justru membantu orang-orang yang suka mencela. [10]
4. Tidak Membebankan Fisik Di Siang Hari Misalnya dengan memberikan pekerjaan yang sangat berat dan membebaninya dengan pekerjaan yang membuat fisik dan otot lemah di siang hari. Hal ini akan membuat rasa kantuk di malam hari.
5. Mengamalkan Sunnah Saat Tidur Yaitu dengan berupaya melakukan: (1). Membaca dzikir-dzikir yang dianjurkan sebelum tidur, karena itu semakin memperkokoh hubungan hamba dengan Rabb-nya. (2). Tidur di atas lambung sebelah kanan.

    Ibnul Qayyim rahimahullah menguraikan rahasia di balik cara tidur seperti ini dengan mengemukakan, "Tidur dengan cara berbaring di atas lambung sebelah kanan memiliki rahasia. Yaitu, bahwa hati berada di sebelah kiri, maka bila seseorang tidur di atas lambung kirinya, ia akan tidur sangat nyenyak karena dia dalam kondisi tenang dan nyaman sehingga tidur jadi nyenyak. Sementara bila ia tidur di atas lambung sebelah kanan, tidurnya tidak nyenyak karena hatinya tidak menentu (gelisah) ingin mencari tempat menetapnya.

Karena itulah para ahli medis menganjurkan tidur dengan posisi di atas lambung sebelah kiri karena itulah posisi istirahat yang paling sem-purna dan tidur yang paling nyaman. Sedang-kan agama menyunnahkan tidur di atas lambung sebelah kanan agar tidurnya tidak nyenyak se-hingga tidak meninggalkan shalat Tahajjud. Jadi tidur di atas lambung sebelah kanan bermanfaat bagi hati dan di atas sebelah kiri bermanfaat bagi tubuh. Wallaahu a'lam."[11]

Faktor Batin: Faktor batin ini dijelaskan Imam al-Ghazali rahimahullah dalam bukunya Ihyaa' ‘Uluumid Diin:
1. Membersihkan hati dari sifat dengki terhadap kaum muslimin, dari perbuatan bid'ah dan dari keinginan duniawi yang berlebihan. Sebab orang yang mencurahkan sepenuh pikirannya untuk urusan duniawi tidak akan mudah melakukan shalat Tahajjud. Kalau pun ia melakukannya, dalam shalatnya yang dipikirkan hanyalah urusan duniawi dan yang terbayang dalam pikiranya hanyalah bisikan-bisikan dunia tersebut.
2. Rasa takut yang mendominasi hati disertai angan-angan hidup yang pendek. Sebab bila seseorang merenungkan huru-hara kehidupan akhirat dan tingkatan terbawah Neraka Jahannam maka tidurnya tidak akan nyenyak dan takutnya sangat besar, sebagaimana dikatakan Thawus, "Mengingat Neraka Jahannam menjadikan tidurnya ahli ibadah tidak nyenyak." Al-Qur-an dengan janji dan ancamannya Membuat mata tidak dapat tidur di malam hari. Mereka memahami firman Raja Yang Mahaagung (Allah) Lalu mereka merendah dan tunduk kepada-Nya.
3. Mengetahui keutamaan shalat Tahajjud dengan menyimak ayat-ayat, hadits-hadits dan atsar-atsar, hingga timbul keinginan dan kerindu-annya terhadap pahalanya sangat besar. Rasa rindu itu kemudian mendorongnya untuk mendapatkan pahala yang lebih dan keinginan mencapai dejarat Surga.

4. Ini adalah faktor yang paling mulia. Yaitu mencintai Allah dan keyakinan yang kuat, bahwa dalam shalat Tahajjud dia tidak mengucapkan satu huruf pun melainkan ia tengah bermunajat kepada Rabb-nya dan menyaksikan-Nya, disertai dengan kesaksiannya terhadap apa yang terlintas di hatinya. Bisikan yang ada di dalam hatinya yang datang dari Allah itu adalah pembicaraannya dengan-Nya. Bila ia telah mencintai Allah, pasti ia ingin berduaan bersama-Nya dan menikmati munajat dengan-Nya, sehingga hal itu mendorongnya untuk berlama-lama dalam shalat. Kenikmatan ini tidaklah mustahil dan generasi Salaf kita telah merasakannya.

          Abu Sulaiman berkata, "Seandainya Allah memperlihatkan kepada orang-orang yang senantiasa melakukan shalat Tahajjud pahala dari amal mereka, tentu kenikmatan yang mereka rasakan lebih besar dari pahala yang mereka dapat."
         Ibnu al-Munkadir berkata, "Tidak ada kenikmatan dunia kecuali tiga; shalat Tahajjud, berkumpul bersama saudara seiman dan shalat dengan berjama'ah."
Ketahuilah bahwa karunia dan kenikmatan inilah yang paling diharapkan, karena shalat malam dapat membuat hati bersih dan menyingkirkan segala problem kehidupan.[12]
 [Disalin dari kitab "Kaanuu Qaliilan minal Laili maa Yahja’uun" karya Muhammad bin Su'ud al-‘Uraifi diberi pengantar oleh Syaikh 'Abdullah al-Jibrin, Edisi Indonesia Panduan Lengkap Shalat Tahajjud, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir]
_______
Footnote
[1]. Ihya'-u 'Uluumid Diin (I/313).
[2]. Ibid, (I/314)
[3]. Ash-Shalaatu wat Tahajjud (hal. 322).
[4]. Al-Hilyah (VIII/91).
[5]. HR. Ibnu Majah dalam kitab ash-Shiyaam, bab Maa Jaa-a fis Sahuur, (hadits no. 1693). Di dalam sanadnya terdapat perawi bernama Zam'ah bin Shalih, Ibnu Hajar menilainya. Semen-tara dalam hadits yang dinilai shahih oleh al-Albani dari Anas Radhiyallahu anhu Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: . "Tidurlah pada tengah hari (siang hari) karena syaitan tidak tidur pada tengah hari." Lihat Silsilah al-Ahaadiits ash-Sha-hiihah (no. 2647).
 [6]. Ash-Shalaatu wat Tahajjud (hal. 308).
 [7]. HR. At-Tirmidzi dalam kitab az-Zuhd, bab Maa Jaa-a fii Karaahiyati Katsratil Akl, (hadits no. 2380) dengan komentar-nya, "Hadits ini hasan shahih," Ibnu Majah dalam kitab al-Ath'imah, bab al-Iqthisharu fil Akli wa Karaahiyatusy Syib'a, (hadits no. 3349). Hadits ini dinilai shahih oleh al-Albani dalam Jaami'ush Shahiih (no. 5550).
[8].  Ash-Shalaatu wat Tahajjud (hal. 320).
[9].  Az-Zuhd oleh Imam Ahmad, (hal. 373).
[10]. Al-Hilyah (VII/219).
[11]. Baca Zaadul Ma’aad (I/321).
[12]. Ihyaa' ‘Uluumid Diin (I/314-315) dengan beberapa perubahan redaksi
 

Ka'bah Night | powered by Blogger | created from Minima retouched by ics - id